fashingnet.com-Washington DC - Pada pemilu empat tahun lalu, calon presiden Amerika Serikat lebih banyak melakukan kampanyenya melalui media Facebook. Namun, kali ini menjelang pemilihan presiden AS tahun ini, 'kicauan' Twitter tampaknya akan lebih banyak digunakan dalam kampanye, baik dari kubu presiden incumbent dari Partai Demokrat, Barack Obama maupun calon presiden dari Partai Republik, Mitt Romney.
Twitter dan media sosial lainnya digunakan oleh para kandidat presiden untuk meningkatkan jumlah pendukung mereka, mengumpulkan dana dan menggeser fokus debat publik untuk apa yang disebut 'pemilu sosial' pertama negara tersebut pada November 2012 mendatang.
Namun beberapa pengamat media menyarankan agar para tim sukses kandidat lebih banyak melakukan kampanye melalui jejaring sosial Twitter.
"Twitter memiliki potensial untuk mempengaruhi narasi nasional," ujar Zach Green, pemimpin konsultan media 140Elect kepada kantor berita AFP, demikian INILAH.COM kutip dari portal teknologi Inquirer.
Menurut Green, Twitter mendemokrasikan penyampaian informasi. 'Kicauan-kicauan' di Twitter juga bisa membantu kandidat menyampaikan pesan yang mungkin tidak terlihat di media tradisional seperti koran dan televisi.
"Twitter adalah cara menyuntikkan pesan ke percakapan nasional karena setiap orang menuliskan kisah yang bisa anda dapatkan di luar sana," kata Green. Ia menambahkan, "Anda juga bisa berkeliling mengikuti diskusi nasional karena Twitter memperbolehkan kandidat untuk mencapai konstituen mereka tanpa pengawal."
Sementara, Tony Fratto, mantan juru bicara Gedung Putih pada masa kepemimpinan Presiden George W. Bush yang sekarang menjadi mitra di perusahaan konsultan Hamilton Place Strategies, juga mengatakan hal yang senada. Fratto bahkan menyebut Twitter bisa menjadi pengubah permainan.
"Twitter membuat semua menjadi mungkin bagi tim kampanye untuk segera berkomunikasi dengan pemilih potensial dalam jumlah besar dan dengan cara termurah yang pernah Anda bayangkan," kata Fratto.
Ia juga menambahkan, "Anda tak hanya dapat menyampaikan pesan kepada jutaan orang, tetapi Anda juga bisa segera memberi tanggapan dari isi pesan dengan cepat. Di masa lalu, Anda harus meminta seseorang untuk menayangkannya melalui iklan di televisi, dan itu memakan waktu menuliskan siaran pers atau membuat iklan untuk menanggapinya."
Sejauh ini, Presiden Obama unggul jauh dari rivalnya Mitt Romney di Twitter. Obama tercatat memiliki 18,7 juta `follower`, sedangkan Romney kurang dari 900 ribu pengikut.
Analisa dari Green menunjukkan bahwa Obama sepuluh kali lebih sering berkicau di Twitter dibandingkan Romney, dan mendapatkan tambahan dukungan di Twitter dari kampanyenya. Namun 'tweet' Romney lebih sering di `shared` dan di `retweet`, dan Green pun menyarankan pendukungnya untuk lebih `terlibat`.
Di sisi lain, Jeanette Castillo, seorang profesor dari Florida State University yang juga pakar media digital mengatakan, Romney memiliki lebih banyak uang dan dana dari komite aksi politik. "Jadi saya terus memantau untuk melihat seberapa banyak media sosial bernilai," ujar Castillo.
Ia menambahkan, "Sejauh mana Twitter menggerakkan orang-orang dan membuat mereka keluar akan menarik untuk ditonton."
Pada pemilu 2008, Twitter baru saja mulai dan memiliki dampak yang terbatas, tutur Castillo, karena Twitter masih memiliki sedikit pengguna yang umumnya anak muda, dan tidak begitu penting bagi media berita. Namun, kini Twitter merupakan penggerak utama berita dan oleh Castillo disebut sebagai 'percakapan nasional'.
"Twitter merupakan panggung yang sangat demokratis. Saya kira Twitter menjadi bagian dari lanskap yang lebih besar dan lebih jauh Twitter akan mempengaruhi media utama, Twitter akan memiliki kekuatan," lanjut Castello.
Sebuah studi dari Pew Research Center’s Project for Excellence in Journalism (PEJ) mengatakan bahwa kampanye Obama mendapatkan keuntungan yang berbeda dalam penggunaan teknologi digital untuk berkomunikasi dengan pemilih, khususnya Twitter.
Lebih krusial lagi, kampanye Obama menggunakan perangkat digital itu untuk mendapatkan target kelompok-kelompok kunci seperti pemilih dari warga keturunan Amerika Latin (hispanik) dan para wanita.
Direktur PEJ Tom Rosenstiel mengatakan strategi online yang efektif kini merupakan strategi yang penting bagi seorang kandidat.
"Sementara aktivitas digital yang lebih banyak tidak perlu diterjemahkan ke dalam bentuk suara, secara sejarah, kandidat yang pertama mengeksploitasi perubahan teknologi memiliki keuntungan." ujar Rosenstiel.
Laporan PEJ tersebut juga mengatakan para kandidat yang menggunakan teknologi ini menunjukkan mereka mengikuti perubahan zaman.
Mungkinkah Twitter juga bisa menjadi media utama kampanye di Indonesia pada pemilu 2014 mendatang? Kita lihat saja nanti.
Jangan Lupa Di Like Ya Gan