Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta memicu pro dan kontra. Polemik berujung pada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dipilih atau ditetapkan. Pemicu lainnya adalah kata-kata 'monarki' yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada rapat kabinet Jumat 26 November lalu.
Menurut Guru Besar di Jurusan Sejarah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Djoko Suryo, monarki itu merupakan sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang raja. Bentuk pemerintahan kerajaan.
"Segala otoritas kekuasaan ada di tangan raja. Jadi, dalam bentuk pemerintahan monarki itu ada kekuasaan dan otoritas. Semuanya datang dari raja. Itu dalam pengertian yang awal," kata Djoko Suryo dalam perbincangan denganVIVAnews.com, Rabu 1 Desember 2010.
Tapi Djoko perlu mengingatkan kepada semua pihak. Monarki itu ada dua jenis, yakni monarki absolut dan monarki konstitusional. Monarki absolut itu hanya ada di kerajaan-kerajaan tempo dulu, saat zaman abad pertengahan. Terutama di Eropa, saat revolusi Prancis dan lain-lain.
"Monarki absolut itu mengatakan, raja tidak pernah salah. Dia mengangkat, memecat, itu kewenangan raja," kata pria yang lulus S3 dari Monash University, Australia ini.
Tapi, kata Djoko, saat ini sudah tidak ada lagi monarki absolut. Yang ada adalah monarki konstitusional. Apa itu monarki konstitusional? "Monarki konstitusional adalah monarki yang demokratis," kata Djoko. Banyak contoh yang menggambarkan 'damainya' monarki konstitusional. Yakni seperti di Inggris, Belanda, Malaysia, Thailand, dan Jepang.
Monarki konstitusional itu sistem pemerintahannya berjalan sesuai undang-undang. "Ada pemilahan kekuasaan dan otoritas. Raja hanya sebagai simbol. Tapi yang menangani pemerintahan itu perdana menteri," jelas Djoko. Dan semua contoh monarki konstitusional di negara-negara itu berjalan dengan sangat baik. "Jangan dikira monarki itu jelek. Semua tidak ada penghalang sampai sekarang," jelas dia.
Nah, sistem pemerintahan yang sekarang sudah berjalan sejak zaman kemerdekaan 1945 di Yogyakarta adalah monarki konstitusional.
"Apalagi di Yogyakarta. Sultan tidak absolut. Sultan bekerja dalam aturan demokrasi," jelas pria yang pernah menjabat Ketua Dewan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
Menurut Djoko, bila berada dalam lingkungan kraton atau rumahnya, Sultan merupakan kepala rumah tangga kraton. Dan Sultan dipersilakan menerapkan aturan monarki di rumah atau kratonnya. "Tapi kalau sudah di Kantor Gubernur, masyarakat itu salaman seperti biasa. Tidak menyembah-nyembah," jelas Djoko.
Djoko melanjutkan, Sultan juga tidak menerapkan sistem monarki dalam pemerintahan daerah. Buktinya, semua pejabat daerah dari yang rendah sampai petinggi tidak dijabat keluarga kerajaan. Semua direkrut melalui mekanisme dan aturan yang demokratis. Perekrutar PNS melalui mekanismenormal. "Bahkan, PNS di DIY itu tidak hanya dari Yogyakarta, banyak juga dari luar Yogya. Ada yang dari Flores, Bangka, dan lain-lain," kata dia.
Menurut analisa Djoko, sebagian besar masyarakat Yogya masih mengakui Sultan sebagai pemimpin. Dan itu dinilai tidak bertentangan dengan aturan tatanan pemerintahan. Buktinya, sampai saat ini semua berjalan baik-baik saja. Tapi, "kalau dipilih, masyarakat bisa pecah. Nantinya, Gubernur pemerintahan itu bukan lagi Sultan, tapi partaimu!," sindir dia.
VIVAnews
Judul : Betulkah Raja Yogya Monarki
Deskripsi : Artikel ini menginformasikan tentang Betulkah Raja Yogya Monarki secara lengkap dan detail.