Fashingnet.com, Secara teknis, permainan Indonesia, khususnya pada babak pertama kontra Turmenistan, sangat menawan. Boleh jadi brand Total Football ala Belanda benar-benar dibawa Wim.
Pengalaman saat bermain dengan strategi menyerang sepanjang pertandingan yang pernah dirasakan bersama Timnas Belanda di putaran final Piala Dunia 1974 dan 1976, mulai teraplikasi nyata di lapangan.
Sistem koordinasi antarlini plus penguasaan bola berlabel pola bertahan terbaik adalah menyerang, bisa dilakukan dengan apik oleh Firman Utina. Di babak pertama, pola total football ala Belanda menjadi kunci terciptanya tiga gol yang tergolong menawan.
Strategi bola-bola pendek menekan menjadi faktor penting untuk menghindari kontak fisik dan postur yang membuat para pemain Indonesia kalah dengan bola-bola atas.
Pola dengan motor Firman Utina dan Ahmad Bustomi tersebut sukses menyihir publik, sekaligus membuat Turkmenistan mati kutu. Penguasaan bola 60 persen berbanding 40 persen untuk Indonesia, menjadi bukti betapa efisiennya permainan Merah Putih.
Aliran bola begitu deras melalui kombinasi Utina-Bustomi, dan sayap lincah duo Muhammad, Ridwan dan Ilham. Permainan semakin indah tatkala Boaz Solossa dan Cristian Gonzalez mampu bermain taktis.
Kombinasi keduanya sangat kompak, meski baru bermain bersama dalam dua kesempatan. Sistem tik-tak juga lebih berjalan di leg kedua ini, terbukti dengan gol pertama Gonzalez via sundulan kepala, umpan silang Boaz yang dicocor Gonzalez dan permainan satu-dua sebelum Nasuha melesatkan sepakan indah.
Data statistik menunjukkan, umpan komplet para pemain Indonesia mencapai 65 persen, satu di antara yang tertinggi setelah penampilan Indonesia kontra Qatar di putaran final Piala Asia 2004.
Di pertengahan babak kedua, performa Pasukan Garuda memang menurun drastis hingga kebobolan tiga gol. Namun kondisi ini bisa dimaklumi karena fisik pemain sudah mulai terkuras, ditambah lagi konsentrasi yang mulai hilang setelah unggul 4-1.
"Pemain kehilangan konsentrasi," ujar Wim usai pertandingan. "Pemain datang dengan kondisi yang belum 100 persen usai berlibur. Ini membuat mereka tak bisa mempertahankan irama permainan dan terus mendikte lawan," timpal Rahmad.
Pujian patut diberikan kepada Wim yang mampu meramu timnya di tengah kondisi yang serba terbatas. Dengan permainan satu dua sentuhan, mereka setidaknya bisa menutupi kelemahan fisiknya.
Profil Wim memang menjadi modal tersendiri. Ia tergolong pelatih yang konsisten dengan permainan satu dua sentuhan dan aktif menyerang, meski tahu timnya bermain tak komplet.
Pengalaman saat berada di belakang layar Ajax Amsterdam junior, NAC Breda, Volendam sampai Universidad de Catolica, bisa tertuang nyata.
Meski harus kebobolan tiga gol, itu sudah menjadi risiko tersendiri, sebuah tim yang total menyerang, memang selalu meninggalkan lubang di area pertahanan.
Namun, kerja keras Wim, juga RD, sudah memberi harapan baru dengan penampilan menawan yang menghibur 75 ribu penonton di GBK.
Kini, Firman Utina dkk pasti sudah memiliki kepercayaan diri saat bergabung dengan macan-macan Asia seperti Korea Selatan, Jepang, Cina, Arab Saudi, ataupun Australia di fase grup nanti.
Data Diri
Nama: Wilhelmus Gerardus Rijsbergen
Lahir: 18 Januari 1952 (59)
Kebangsaan: Belanda
Karier Pemain:
- Pernah memperkuat tim raksasa Belanda, Feyenoord
- Pernah memperkuat Timnas Belanda di Piala Dunia 1974 dan 1978 (runner up)
Karier Pelatih:
- Pelatih Ajax junior
- Asisten pelatih Trinidad & Tobago di Piala Dunia 2006
Kini, dengan prinsip bekerja tanpa banyak omong, Wim dengan dukungan pelatih lokal berkualitas, Rahmad Darmawan, memberi asa tinggi bagi Indonesia untuk berbicara banyak di level internasional.
Masuk ke fase grup Asia, bersama 19 negara lain, menjadi tantangan tersendiri bagi Wim. Kini, dengan pola permainan menawan, seluruh gibol Indonesia pasti setuju, permainan kontra Turkmenistan di leg kedua, memberi harapan tinggi.
sumber: tribunnews.com
Jangan Lupa Di Like Ya Gan...
http://fashingnet.com/